Refleksi Diri

Kebacotan Dini

Banyak yang lebih menderita tapi tidak seberisik kita.

katakurik
2 min readOct 22, 2024
Dianna Z

Sedang berada di halaman belakang epilog yang diberi nama coffeelog. Tempat anak-anak kantor yang suka menghisap tembakau sembari bergulat dengan PS, AI, Canva, Sheets, Slides, dan kawan-kawan. Industri kreatif digital memang seru, dan mungkin akan kerap berderu hingga 2050.

Terlintas sedikit benak di pikiran yang mempertanyakan mengapa manusia hampir selalu spontan dalam bereaksi terhadap setiap yang terjadi di luar nurul — nalar, bahasa anak gen-z. Tidak jarang saya mendapati diri, atau kawan-kawan di lingkungan yang mengeluh seolah hidup memang tidak di rancang untuk kita. Selalu ada hal-hal yang membuat kita “hadeh…”, atau, duh kok gini sih?”, atau bahkan, “Apa-apaan ini anjing?”

Letupan emosi yang membuat kita merasa menjadi Kratos atau Sun Wo Kong yang ingin membasmi semesta yang penuh duka. Pekerjaan yang kita eluhkan, mungkin adalah dambaan bagi orang lain. Kondisi keluarga yang “tidak seru” mungkin adalah impian bagi mereka yang tidak harmonis. Kondisi kita saat ini mungkin adalah utopia bagi mereka yang di medan perang. Lantas, mengapa harmonisasi dan dramatisasi permasalahan terasa sangat seru ya, hehe.

Tiga kali ibu saya mendampingi kematian orang-orang yang ia cintai. Menemani nya di penghujung nafas sembari menunggu kalimat “Laa ilaaha illallah". Di belahan dunia lain, saya masih mengeluh kapan saya akan mapan, menikahi kekasih yang saya cintai, dan memasuki kebebasan finansial. Rasanya, kondisi yang saya alami tidak ada “tai-tai”-nya dibandingkan dengan absurdnya semesta sang ibu. Namun tetap saja, kebacotan dini itu spontan tanpa sopan terlantur di benak maupun lisan.

“Banyak yang lebih menderita tapi tidak seberisik kita.”

Membuka sedikit mata dan telinga mungkin bisa menjadi antibiotik kita untuk menghadapi realita yang tidak berjalan sesuai ekspektasi. Mungkin itulah kalimat penutup yang tepat untuk menutup celotehan saya menuju jam makan siang. Hidup tidak harus buru-buru, bertahan di setiap harinya terkadang juga cukup. Baiklah, tembakau ketiga sebelum makan. Selamat siang…

--

--

katakurik
katakurik

Written by katakurik

Digital Creative Enthusiast | Bachelor of Philosophy | Digital Marketer

Responses (3)